- MATERI BIOLOGI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui
berbagai jenis makhluk hidup. Berbagai jenis hewan misalnya ayam, kucing,
serangga, dan sebagainya, dan berbagai jenis tumbuhan misalnya mangga,
rerumputan, jambu, pisang, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan di sekitar
kita. Masing-masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri sehingga
terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup yang disebut dengan keanekaragaman
hayati atau biodiversitas.
Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai
keanekaragaman makhluk hidup yang berbeda-beda. Keanekaragaman itu meliputi
berbagai variasi bentuk, warna, dan sifat-sifat lain dari makhluk hidup.
Sedangkan di dalam spesies yang sama terdapat keseragaman. Setiap lingkungan
memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Indonesia
adalah negara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi.
Taksiran jumlah utama spesies sebagai berikut. Hewan menyusui sekitar 300
spesies, burung 7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji 25.000
spesies, tumbuhan paku-pakuan 1.250 spesies, lumut 7.500 spesies, ganggang
7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau biru 300 spesies.
Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat biodiversitas di
Indonesia
sangatlah tinggi.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan kami menyusun makalah ini antara lain:
1.2.1. Untuk memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran biologi.
1.2.2. Menambah
wawasan masyarakat akan keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi kelangsungan
hidup manusia.
1.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan untuk mencari
sumber-sumber untuk pembuatan makalah ini adalah dengan cara mengumpulkan data
dari buku-buku.
1.4 Sistematika
1.4.1. Keanekaragaman hayati
di Indonesia
1.4.2. Keanekaragaman hayati
dunia
1.4.3. Manfaat keanekaragaman
hayati bagi kelangsungan hidup manusia
1.4.4. Konservasi
(perlindungan) keanekaragaman hayati
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
2.1 Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu dari
tiga negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dua negara lainnya
adalah Brasil dan Zaire.
Tetapi dibandingkan dengan Brazil
dan Zaire, Indonesia memiliki keunikan
tersendiri. Keunikannya adalah di samping memiliki tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi, Indonesia
memiliki areal tipe indo-malaya yang luas, juga tipe oriental, australia,
dan peralihannya. Selain itu, di Indonesia terdapat banyak hewan dan tumbuhan
langka, serta spesies endemik.
2.1.1 Memiliki Keanekaragaman Hayati Tinggi
Indonesia terletak di daerah tropik
sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah
subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Keanekaragaman tinggi di Indonesia
dapat dijumpai di dalam lingkungan hutan tropik. Jika di hutan iklim sedang
dijumpai satu atau dua jenis pohon, maka di areal yang sama di dalam hutan
hujan tropik memiliki keanekaragaman hayati sekitar 300 kali lebih besar
dibandingkan dengan hutan iklim sedang.
Di dalam hutan hujan tropik
terdapat berbagai jenis tumbuhan (flora) dan fauna yang belum dimanfaatkan,
atau masih liar. Di dalam tubuh hewan dan tumbuhan itu tersimpan sifat-sifat
unggul, yang mungkin dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Sifat-sifat unggul
itu misalnya tumbuhan yang tahan penyakit, tahan kekeringan, dan tahan terhadap
kadar garam yang tinggi. Ada
pula yang memiliki sifat menghasilkan bahan kimia beracun. Jadi, di dalam dunia
hewan dan tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun belum, terdapat
sifat-sifat unggul yang perlu dilestarikan.
2.1.2 Memiliki Tumbuhan Tipe Indo-Malaya yang Arealnya Luas
Tumbuhan di Indonesia merupakan
bagian dari daerah geografi tumbuhan indo-malaya, seperti yang dinyatakan oleh Ronald
D. Good dalam bukunya The Geography of Flowering Plants. Flora
indo-malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India,
Vietnam, Thailand, Malaysia,
Indonesia,
dan Philipina. Flora yang tumbuh di Malaysia,
Indonesia,
dan Philipina sering disebut sebagai kelompok flora malenesia.
Mengapa Malaysia, Indonesia, dan Philipina memiliki
rumpun tumbuhan bunga yang sama? Hal ini dipengaruhi oleh sejarah pembentukan
daratan (geologi), kondisi iklim yang serupa (sama-sama beriklim tropis),
ketinggian topografi yang serupa, dan kondisi fisika dan kimia tanah yang
serupa pula.
Hutan di Indonesia dan
hutan-hutan di daerah flora malenesia memiliki kurang lebih 248.000 spesies
tumbuhan tinggi. Jumlah ini kira-kira setengah dari seluruh spesies tumbuhan di
bumi. Hutan hujan tropik di malenesia didominasi oleh pohon dari famili
Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Biasanya
Dipterocarceae merupakan tumbuhan tertinggi. Tumbuhan yang termasuk famili
Dipterocarpaceae misalnya keruing (dipterocarus spp.), meranti (Shorea
spp.), kayu garu (Gonystylus bancanus), dan kayu kapur (Dyrobalanops
aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan
bioma hutan hujan tropik, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak
tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat). Tumbuhan khas seperti durian (Durio
zibethinus), mangga (Mangifera indica), dan sukun (Artocarpus)
di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
Tumbuhan-tumbuhan ini juga terdapat di Malaysia dan Philipina. Di Sumatra,
Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik
Rafflesia arnoldii. Tumbuhan Rafflesia tumbuh di akar atau
batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar, yaitu Telrastigma.
Di Indonesia bagian timur, tipe
hutannya agak berbeda. Mulai dari Sulawesi
sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan hujan non-Dipterocarpaceae. Hutan ini
kebanyakan menduduki lahan datar. Pohon-pohonnya rendah, hanya beberapa yang
mencapai 30-40 m, Di antaranya adalah Ficus (kerabat beringin) dan
matoa (Pometia pumata). Pohon matoa merupakan tumbuhan
endemik di Irian. Namun kini bibit buahnya telah diintroduksi ke beberapa
tempat di Pulau Jawa dan telah berbuah.
Selain hutan-hutan di atas, di Indonesia
masih terdapat beberapa tipe hutan lain misalnya, hutan kerangas yang terdapat
di sela-sela hutan hujan. Disini terdapat pohon yang mencapai 30 m. Hutan
monsun tersebar pada ketinggian 0 sampai 800 m di daerah kering seperti Jawa
Timur, NTT, Sulawesi Selatan dan Tenggara serta Irian Jaya (Papua). Di sini
pohon dapat mencapai ketinggian 25 m. Di tempat-tempat tersebut terdapat pula
hutan savana, yang berupa padang
rumput dengan pepohonan yang terpencar.
2.1.3 Memiliki Hewan Tipe Oriental (Asia), Australia, Serta Perlalihannya
Ketika Alfred Russel
Wallace mengunjungi Indonesia
pada tahun 1856, ia menemukan perbedaan besar fauna di beberapa daerah di Indonesia
(waktu itu Hindia Belanda). Ketika ia mengunjungi Bali dan Lombok,
ia menemukan perbedaan hewan di kedua daerah tersebut. Di Bali, terdapat banyak
hewan yang mirip dengan hewan-hewan yang mirip hewan-hewan Asia (Oriental),
sedangkan di Lombok hewan-hewannya mirip dengan Australia. Oleh sebab itu, kemudian
ia membuat garis pemisah yang memanjang mulai dari Selat Lombok
ke Utara melewati Selat Makasar dan Philipina Selatan. Garis ini disebut Garis
Wallace.
Indonesia terbagi menjadi dua
zoogeografi yang dibatasi oleh Garis Wallace. Garis Wallace membelah Selat
Makasar menuju ke Selatan hingga ke Selat Lombok. Jadi, Garis Wallace
memisahkan wilayah oriental (termasuk Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan)
dengan wilayah Australia (Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Timur).
Setelah Wallace, Weber seorang
ahli zoologi Jerman juga mengadakan penelitian tentang penyebaran hewan-hewan
di Indonesia.
Weber melihat bahwa hewan-hewan di Sulawesi tidak dapat sepenuhnya
dikelompokkan sebagai hewan-hewan kelompok Australia. Hewan-hewan tersebut ada
yang memiliki sifat-sifat seperti halnya hewan-hewan di daerah Oriental. Oleh
sebab itu, Weber mengatakan bahwa fauna di Sulawesi
merupakan fauna peralihan. Weber kemudian membuat garis pembatas yang berada di
sebelah timur Sulawesi memanjang ke Utara ke
Kepulauan Aru. Pulau Sulawesi merupakan pulau pembatas antara wilayah Oriental
dan Australia
atau merupakan wilayah peralihan yang paling mencolok. Sulawesi dihuni oleh
sebagian hewan Oriental dan sebagian hewan Australia. Contohnya di Sulawesi
terdapat oposum dari Australia
namun juga terdapat kera macaca dari Oriental.
2.1.4 Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Langka
Di Indonesia banyak terdapat
hewan dan tumbuhan yang telah langka. Hewan langka misalnya:
- Babirusa (Babyrousa babyrussa)
- Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
- Harimau jawa (Panthera tigris sondanicus)
- Macan kumbang (Panthera pardus)
- Orangutan (Pongo pygmaeus abelii)
- Badak sumatera (Decerorhinus sumatrensis)
- Tapir (Tapirus indicus)
- Gajah asia (Elephas maximus)
- Bekantan (Nasalis larvatus)
- Komodo (Varanus komodoensis)
- Banteng (Bos sondaicus)
- Cendrawasih (Paradisaea minor)
- Kanguru pohon (Dendrolagus ursinus)
- Maleo (Marcochephalon maleo)
- Kakatua raja (Probosciger atterimus)
- Rangkong (Buceros rhinoceros)
- Kasuari (Casuarius casuarius)
- Buaya muara (Crocodylus porosus)
- Buaya irian (Crocodylus novaeguinae)
- Penyu tempayan (Caretta caretta)
- Penyu hijau (Chelonia mydas)
- Sanca bodo (Phyton molurus)
- Sanca hijau (Chondrophyton viridis)
- Bunglon sisir (Gonyochepalus dilophus)
Tumbuh-tumbuhan langka
misalnya:
- Bedali (Radermachera gigantea)
- Putat (Planhonia valida)
- Kepuh (Stereula foetida)
- Bungur (Lagerstromia speciosa)
- Nangka celeng (Artocarpus heterophyllus)
- Kluwak (Pangium edule)
- Bendo (Artocarpus elasticus)
- Mundu (Garcinia dulcis)
- Sawo kecik (Manilkara kauki)
- Winong (Tertrameles nudiflora)
- Sanca hijau (Pterospermum javanicum)
- Gandaria (Bouea marcophylla)
- Matoa (Pometis pinnata)
- Sukun berbiji (Artocarpus communis)
2.1.5 Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Endemik
Di Indonesia terdapat hewan dan
tumbuhan endemik. Hewan dan tumbuhan endemik Indonesia
artinya hewan dan tumbuhan itu haya ada di Indonesia, tidak terdapat di negara
lain.
Hewan endemik misalnya harimau
jawa, harimau bali (sudah punah), jalak bali putih di Bali, badak bercula satu
di Ujung Kulon, biturong, monyet Presbytis thomasi, tarsius, kukang,
maleo hanya di Sulawesi, komodo di Pulau
Komodo dan sekitarnya.
Tumbuhan yang endemik terutama
dari genus Rafflesia arnoldii (endemik di Sumatera Barat, Bengkulu,
dan Aceh), R. borneensis (Kalimantan), R. ciliata (Kalimantan
Timur), R. horsfilldii (Jawa), R. patma (Nusa Kambangan dan
Pangandaran), R. rochussenii (Jawa Barat), dan R. contleyi
(Sumatera bagian timur).
2.2 Keanekaragaman Hayati Dunia
Kehadiran makhluk hidup ditentukan oleh faktor
lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibedakan sebagai kondisi dan sumber daya. Kondisi
adalah suatu faktor yang besarannya dapat diukur dan tidak habis jika digunakan
oleh organisme. Contoh kondisi adalah suhu, intensitas cahaya, curah hujan, dan
radiasi matahari. Sedangkan sumber daya adalah faktor lingkungan
yang habis ketersediaanya bila sudah digunakan, misalnya makanan dan ruang
(tempat tinggal).
Matahari adalah sumber energi utama untuk
kehidupan di bumi. Jumlah sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi
menentukan penyebaran makhluk hidup. Karena permukaan bumi bulat maka setiap
tempat di permukaan bumi mendapatkan sinar matahari dengan jumlah yang
berbeda-beda. Akibatnya suhu di berbagai tempat di permukaan bumi berbeda-beda.
Berdasarkan letak terhadap garis lintang, maka bumi dibagi dalam beberapa
daerah iklim sebagai berikut.
a). Daerah tropik berada di antara 23,50
LU dan 23,50 LS. Daerah ini hanyaq memiliki dua musim.
b). Daerah iklim sedang (subtropik) berada di
antara 23,50 dan 660. Daerah ini memiliki empat musim,
yaitu panas, gugur, seni, dan dingin (salju).
c). Daerah kutub (artik) berada pada garis
lintang lebih dari 660.
d). Daerah peralihan antara subtropik dan kutub
(subartik).
Faktor lingkungan penting yang mempengaruhi
kehadiran dan penyebaran oraganisme adalah suhu. Variasi suhu lingkungan
menentuakn proses kehidupan, penyebaran dan kelimpahan organisme. Variasi suhu
lingkungan alami dapat bersifat siklik (misalnya musiman, harian). Hal ini
berkaitan dengan letak tempat di garis lintang (latitudinal),
atau ketinggian di permukaan laut (altitudinal). Variasi suhu
berdasarkan garis lintang berkaitan dengan variasi musim yang disebabkan oleh
posisi poros bumi terhadap matahari.
Interaksi antara suhu, kelembapan, angin,
altitudinal, latitudinal, dan topografi menghasilkan daerah iklim yang luas
yang dinamakan bioma. Setiap bioma memiliki hewan dan tumbuhan
tertentu yang khas. Beberapa bioma di bumi antara lain tundra, taiga, hutan
gugur, hutan hujan tropik, padang
rumput, dan gurun.
2.2.1 Tundra
Tundra terdapat di lingkungan
kutub utara dan kutub selatan, Green Land, Siberia utara.
Daerah ini beriklim kutub, sehingga selalu tertutup salju. Tumbuhan yang ada
terutama adalah lumut Sphagnum dan lumut kerak. Tumbuhan tahunan
hampir tidak ada. Tumbuhan semusim berumur pendek dan berbunga serempak pada
musim panas, serta memiliki biji-biji yang dorman selama musim dingin.
Hewan-hewan yang ada adalah beruang kutub, serigala kutub, reinder,
dan caribou bull (sebangsa rusa). Di bioma tundra juga terdapat burung
yang umumnya membuat sarang pada musim panas. Burung ini adalah burung migran
(berasal dari daerah lain).
2.2.2 Taiga
Taiga terdapat di antara daerah
subtropik dan kutub, misalnya di Rusia dan Eropa Utara, Kanada, dan Alaska. Jadi, taiga
terletak di sebelah selatan tundra. Tumbuhan khas yang ada di taiga adalah
konifer atau tumbuhan berdaun jarum (pohon spruce, alder, dan birch),
yang hijau sepanjang tahun. Taiga juga sering disebut sebagai hutan boreal.
Seperti pada bioma tundra, di taiga juga sangat dingin pada musim salju, tetapi
musim panasnya lebih lama. Hewan yang ada adalah beruang hitam dan serigala.
2.2.3 Hutan Gugur
Hutan gugur terdapat di daerah
subtropik di Eropa Barat, Korea, Jepang utara, dan Amerika
Timur. Bioma ini memiliki curah hujan 75 – 100 cm per tahun, memiliki empat musim.
Tumbuhan yang ada terutama mapel, oak, beech, yang selalu menggugurkan daunnya
pada musim gugur. Hewan-hewan yang umum adalah rusa, beruang, dan rubah.
2.2.4 Hutan Hujan Tropik
Bioma ini berada di daerah
tropik, yaitu di Indonesia, India, Thailand,
Brazil, Kenya, Costa Rica,
dan Malaysia.
Curah hujan tinggi yaitu 200 – 255 cm per tahun, matahari bersinar sepanjang
tahun. Jenis tumbuhan sangat banyak dan komunitasnya sangat kompleks. Tumbuhan
tumbuh dengan subur, tinggi, serta banyak cabang dengan daun yang lebat
sehingga membentuk tudung atau kanopi. Tumbuhan khas adalah kelompok liana,
yaitu tumbuhan yang merambat, misalnya rotan, dan tumbuhan epifit yaitu
tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, misalnya anggrek. Binatang yang
menghuni hutan hujan tropik adalah berbagai macam burung, kera, babi hutan,
tupai, macan, gajah, dan rusa.
2.2.5 Padang Rumput
Padang rumput banyak terdapat di Nusa
tenggara, Amerika Serikat bagian Tengah, Afrika Tengah dan Selatan, serta Eropa
Timur. Bioma ini curah hujannya rendah yaitu 25 -30 cm per tahun. Tumbuhan
utama adalah rumput-rumputan. Hewannya meliputi bison, zebra, kanguru, jerapah,
kijang, singa, serigala, jaguar, binatang pengerat, reptilia, dan beberapa
burung. Padang
rumput di daerah tropik disebut sebagai savana.
2.2.6 Gurun
Bioma gurun terdapat di Asia
Kecil, Afrika utara, Chima,
Mongolia, dan
Amerika Barat. Curah hujan sangat rendah kurang lebih 25 cm per tahun, suhu
sangat tinggi di siang hari dan sangat rendah di malam hari, kelembapan udara
rendah, tanahnya tandus. Tumbuhannya terutama kaktus, dan tumbuhan efemera
(tumbuhan yang pada waktu hujan cepat tumbuh, cepat berbunga dan memiliki biji
yang dorman). Hewan yang ada adalah unta, tikus, ular, kadal, dan semut.
2.2.7 Bioma Berdasarkan Altitudinal
Telah diuraikan bahwa permukaan
bumi berdasarkan latitudinal dapat dibedakan menjadi daerah tropik, subtropik,
dan kutub. Masing-masing daerah tersebut memiliki jenis organisme dan
keanekaragaman yang berbeda. Di daerah peralihan antara subtropik dan kutub
terdapat hutan taiga yang terdiri dari tumbuhan berdaun jarum dan di daerah
kutub terdapat tundra.
Gambaran penyebaran bioma
secara horizontal (berdasarkan latitudinal atau garis lintang) ternyata mirip
dengan gambaran penyebaran secara vertikal (berdasarkan tinggi di atas
permukaan laut atau altitudinal).
Indonesia yang terletak di daerah
khatulistiwa memiliki penyebaran vertikal yang mirip dengan pola penyebaran
horizontal di atas. Pola penyebaran vertikal ini dimulai dari wilayah pantai
hingga ke puncak Jayawijaya di Irian Jaya (Papua), yaitu hutan hujan tropik,
hutan gugur, taiga, dan di puncak gunung bersalju Jayawijaya terdapat tundra.
2.2.8 Bioma Air Tawar
Ekosistem air tawar memiliki
kadar garam rendah. Air tawar memiliki kemampuan menyerap panas dari cahaya
matahari sehingga perubahan suhu tidak terlalu besar. Berdasarkan ada tidaknya
arus, ekosistem air tawar dibedakan menjadi ekosistem lentik (air tidak
mengalir) misalnya danau, kolam, rawa, serta ekosistem lotik (air mengalir)
misalnya sungai.
Tumbuhan yang menghuni
lingkungan perairan tawar meliputi tumbuhan yang berukuran besar
(makrohidrofita) serta tumbuhan yang berukuran kecil, yaitu ganggang. Tumbuhan
biji di ekosistem air tawar misalnya teratai dan eceng gondok. Sedangkan
tumbuhan yang berukuran mikroskopik misalnya ganggang biru, ganggang hijau, dan
diatomae. Hewan yang menghuni air tawar adalah udang-udangan, ikan, dan
serangga.
2.2.9 Bioma Air Laut
Bioma air laut luasnya lebih
dari dua pertiga permukaan bumi. Bioma air laut kurang terpengaruh oleh
perubahan iklim dan cuaca. Ciri khas air laut adalah mempunyai kadar garam yang
tinggi. Kadar garam rata-rata air laut adalah 35 ppm (part per million). Di
daerah khatulistiwa kadar garamnya lebih tinggi daripada di daerah yang jauh
dari khatulistiwa.
2.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati Bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagimasyarakat
harus secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan manfaat yang berkelajutan
adalah manfaat yang tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk
generasi yang akan datang.
2.3.1 Sebagai Sumber Pangan, Perumahan, dan Kesehatan
Kehidupan manusia yang
bergantung pada keanekaragaman hayati. Hewan dan tumbuhan yang kita manfaatkan
saat ini (misalnya ayam, kambing, padi, jagung) pada zaman dahulu juga
merupakan hewan dan tumbuhan liar, yang kemudian dibudidayakan. Hewan dan
tumbuhan liar itu dibudidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul yang
diharapkan manusia. Sebagai contoh, ayam dibudidayakan karena menghasilkan
telur dan daging. Padi dibudidayakan karena menghasilkan beras. Beberapa contoh
tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan
pangan, perumahan, dan kesehatan, misalnya:
a). Pangan:
berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai umbi-umbian (ketela,
singkong, suwek, garut, kentang), berbagai buah-buahan (pisang, nangka, mangga,
jeruk, rambutan), berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi).
b). Perumahan:
kayu jati, sonokeling, meranti, kamfer.
c). Kesehatan:
kunyit, kencur, temulawak, jahe, lengkuas.
2.3.2 Sebagai Sumber Pendapatan
Keanekaragaman hayati dapat
dijadikan sumber pendapatan. Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan.
Bahan baku
industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, teh dan kopi
untuk industri minuman, gandum dan kedelai untuk industri makanan, dan ubi kayu
untuk menghasilkan alkohol. Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu
dapur. Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet.
2.3.3 Sebagai Sumber Plasma Nutfah
Hewan, tumbuhan, dan mikroba
yang saat ini belum diketahui tidak perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di
masa yang akan datang akan memiliki peranan yang sangat penting. Sebgai contoh,
tanaman mimba (Azadirachta indica),. Dahulu tanaman ini hanya
merupakan tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat
azadiktrakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama dan anti bakteri. Adapula jenis ganggang
yang memiliki kendungan protein tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber
makanan masa depan, misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu) yagn
semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk
meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah.
Di hutan atau lingkungan kita,
masih terdapat tumbuhan dan hewan yang belum dibudidayakan, yang mungkin
memiliki sifat-sifat unggul. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hutan merupakan sumber
plasma nutfah (sifat-sifat unggul). Siapa tahu kelak sifat-sifat
unggul itu dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
2.3.4 Manfaat Ekologi
Selain berfungsi untuk
menunjuang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam
mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing jenis organisme memiliki
peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh jenis yang
lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem sawah merupakan
pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan oleh manusia, maka tidak ada
yang mengontrol populasi tikus. Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat
cepat dan di mana-mana terjadi hama
tikus.
Tumbuhan merupakan penghasil
zat organik dan oksigen, yang dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu,
tumbuh-tumbuhan dapat membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah erosi.
Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem. Ekosistem dengan
keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Bagi manusia,
keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang sifat-sifat unggul (plasma nutfah)
untuk dimanfaatkan di kemudian hari.
2.3.5 Manfaat Keilmuan
Keanekaragaman hayati merupakan
lahan penelitian dan pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan
manusia.
2.3.6 Manfaat Keindahan
Keindahan alam tidak terletak
pada keseragaman tetapi pada keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita
hanya ditanami satu jenis tanaman saja, apakah indah? Tentu saja akan lebih
indah apabila ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, anggrek, rumput,
palem.
Kini kita sadari bahwa begitu
banyak manfaat keanekaragaman hayati dalam hidup kita. Pemanfaatannya yang
begitu banyak dan beragam tentu saja dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu
kita harus bijaksana dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati, dengan
mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya.
2.4 Konservasi (Perlindungan) Keanekaragaman Hayati
Konservasi keanekaragaman hayati atau
biodiversitas sudah menjadi kesepakatan internasional. Objek keanekaragaman
hayati yang dilindungi terutama kekayaan jenis tumbuhan (flora) dan kekayaan
jenis hewan (fauna) serta mikroorganisme misalnya bakteri dan jamur. Perlu
diingat bahwa yang termasuk flora tidak hanya tumbuhan yang berbunga yang
sehari-hari kita lihat tetapi juga lumut dan paku-pakuan. Demikian pula dengan
fauna, tidak saja mencakup binatang mamalia tetapi juga ikan, burung, dan
serangga.
Tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia
telah diresmikan oleh pemerintah. Lokasi perlindungan tersebut misalnya berupa
Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Wisata, Taman Hutan Raya, Taman Laut, Wana
Wisata, Hutan Lindung, dan Kebun Raya. Tempat-tempat tersebut memiliki makna yang
berbeda-beda meskipun fungsinya sama yaitu untuk tujuan konservasi.
2.5 Tingkat Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor keturunan atau genetik dan faktor lingkungan. Faktor keturunan
disebabkan oleh adanya gen yang akan membawa sifat dasar atau sifat bawaan.
Sifat bawaan ini diwariskan turun temurun dari induk kepada keturunannya.
Namun, sifat bawaan terkadang tidak muncul (tidak tampak) karena faktor
lingkungan. Jika faltor bawaan sama tetapi lingkungannya berbeda, mengakibatkan
sifat yang tampak menjadi berbeda. Jadi, terdapat interaksi antara faktor
genetik dengan faktor lingkungan. Karena adanya dua faktor tersebut, maka
muncullah keanekaragaman hayati.
Sebagai contoh, kita tanam tanaman Hortensia secara
stek ke dalam dua pot yang diberi media tanam berbeda. Karena dari tanaman
stek, maka secara genetik tanaman itu sama. Gen yang terkandung di dalamnya
sama. Tanaman yang ditanam pot yang diberi media tanam bersifat asam (misal
diberi humus) akan menghasilkan bunga berwarna merah sedangkan yang ditanam di
pot yang diberi media tanam bersifat basa (misal diberi bubuk kapur) akan
menghasilkan bunga berwarna biru. Jadi perbedaan keasaman tanah dapat
mengakibatkan keanekaragaman bunga Hortensia.
Keanekaragaman hayati itu sendiri dapat dibedakan
menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan
keanekaragaman ekosistem.
2.5.1 Keanekaragaman Gen
“Bahan baku” keanekaragaman sebenarnya terletak pada
gen. Gen adalah faktor pembawa sifat yang menentukan sifat makhluk hidup. Gen
terletak di dalam benang kromosom, yakni benang-benang pembawa sifat yang
terdapat di dalam inti sel makhluk hidup. Pada manusia, sifat rambut lurus,
hidung mancung, mata lebar, warna kulit, dtentukan oleh gen.
Gen adalah materi yang
mengendalikan sifat atau karakter. Jika gen berubah, maka sifat-sifat pun akan
berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen disebut genotipe.
Ini dikenal sebagai pembawaan. Meskipun termasuk spesies yang sama, tidak ada
satu individu yang persis sama dengan yang lain, karena adanya keanekaragaman
gen. sekilas, memang ada kemiripan bentuk luar. Namun jika diamati, akan
terdapat variasi sifat sehingga tampaklah adanya keanekaragaman.
Perbedaan gen tidak hanya
terjadi antar jenis. Di dalam satu jenis (spesies) pun terjadi keanekaragaman
gen. dengan adanya keanekaragaman gen, maka sifat-sifat di dalam satu spesies
bervariasi.
2.5.2 Keanekaragaman Jenis
Di dalam satu jenis dijumpai
keseragaman individu, namun antarjenis dijumpai keanekaragaman individu.
Di lingkungan sekitar kita
dapat dijumpai berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Di dalam satu famili rumput (Gramineae)
dapat dijumpai rumput grinting, padi, jagung, rumput gajah. Di dalam golongan
burung dapat dijumpai itik, ayam, bebek, angsa, merpati, dan burung parkit.
Sangat mudah menentukan
keanekaragaman jenis karena dapat kita amati perbedaan sifat dengan jelas. Di
seluruh dunia diperkirakan terdapat 500 juta spesies makhluk hidup.
2.5.3 Keanekaragaman Ekosistem
Antara makhluk hidup yang satu
dengan yang lain (baik di dalam jenis maupun antarjenis) terjadi interaksi. Ini
dikenal sebagai interaksi biotik, yang membentuk suatu komunitas. Antara
makhluk hidup dengan lingkungan fisik yaitu suhu, cahaya, dan lingkungan
kimiawi yaitu air, mineral, keasaman, juga terjadi interksi. Ini
terkenalsebagai interaksi biotik-abiotik yang membentuk sistem lingkungan atau ekosistem.
Kondisi lingkungan beraneka
ragam. Ada
lingkungan yang banyak air, ada yang tidak. Ada lingkungan yang banyak emndapatkan cahaya
matahari, ada yang sedikit. Demikian pula halnya dengan suhu, kelembapan,
mineral, pH, kadar garam, ketinggian. Di dalam lingkungan yang berbeda dapat
dijumpai keanekaragaman hayati yang berbeda. Sebagai contoh, di lingkungan
pantai dapat ditemukan pohon kelapadan hutan bakau, sedangkan di lingkungan
pegunungan dijumpai pohon pinus, apel, dan sayuran. Dengan beranekaragamnya
kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati, maka terbentuklah keanekaragaman
ekosistem.
Di Indonesia, mulai dari daerah
pantai hingga puncak Jayawijaya yaitu Puncak Sukarno yang tertutup es di Irian
Jaya, diperkirakan terdapat 47 macam ekosistem. Beberapa ekosistem itu misalnya
ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan hujan tropik, ekosistem padang
rumput (savana), ekosistem sawah, ekosistem kota, dll.
BAB III
KESIMPULAN
Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam.
Keanekaragaman makhluk hidup tersebut disebut dengan sebutan keanekaragaman
hayati atau biodiversitas. Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman
hayati yang berbeda. Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh adanya berbagai
variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk hidup lainnya.
Indonesia
terletak di daerah tropik yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.
Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup.
Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman
hayati, baik keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan. Namun
di samping itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati
misalnya penghijauan, pembuatan taman kota,
dan pemuliaan.
DAFTAR PUSTAKA
M.ROFI'I, A. 2008 : http://organisasi.org/
Anonim, B. 2008 : http://www.malangkab.go.id
Anonim, C. 2008 : http://web.ipb.ac.id
Anonim, D. 2008 : http://www.crayonpedia.org Anonim, E. 2008 : http://www.e-dukasi.net/
Kimball, J.W. 1987. biologi. Jakarta : Erlangga.
Tjirosoepomo, Gembong. 2007. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta.: Gadjah Mada University Press.